CATATAN TENTANG HAJI
PENGERTIAN HAJI MENURUT YUSRI
Haji
syariat : adalah
yang dikerjakan oleh umat Islam pada setiap bulan Dzulhijjah, pergi ke
Baitullah dengan segala bekal dan persyaratan yang diperlukan untuk menunaikan
ibadah haji.
Hakikat dari haji syariat adalah
mengosongkan hati dan fikiran dari mengingat sesuatu selain Allah dengan kodrat
dan irodat NYA serta mengharap syafaat dari Rosulullah. Kita tinggalkan kampung
halaman, harta benda, anak istri dan lain-lainnya semata-mata untuk mencari
keridoan Allah.
Sebagai bekal untuk menunaikan
ibadah haji adalah kesabaran, keimanan, keikhlasan keta’atan (istiqomah) dan
ketaqwaan.
Haji
tarikat : adalah
naiknya seorang salik ke maqam Ruh, alam arwah, berbekal takut kepada Allah
lahir dan bathin. Kendaraannya adalah kemauan, tekad yang keras, teguh dan
mantap, beristiqomah dalam melakukan perjalanan tarikat berdasarkan petunjuk
guru pembimbing atau syeikh. Peralatannya adalah Dzikrullah, bahasa gaulnya
meditasi, sekali lagi meditasi… gitu lo…!!!
Haji
hakikat : adalah
naiknya seorang salik ke martabat Wahdah, mereka sampai kepada Haq Allah Ta’ala
melalui
proses fana.
Berbekal Mahabbah, rasa cinta kepada Allah, kendaraannya
adalah Nur
Ahadiyah,
berdasarkan Hidayah Allah semata, tidak bisa didapatkan melalui usaha. Guru
pembimbingnya adalah Mukasyafah (terbuka hijab) dari Haq Allah, peralatannya
adalah Haibatul Jalal dalam hati, sehingga hatinya cemerlang dengan Jalalul
Haq, keagungan Allah, maka ketika itu sampailah ia kepada Tuhan, yang menemaninya
adalah Tajalil Jamal, Cahaya Allah. Oleh
karena itu menurut Yusri : Haji Tarikat lebih mulia dari pada haji syariat,
karena pada haji tarikat si salik mencapai maqam Ruh, dimana Ruh adalah lebih
mulia dari pada seluruh makhluk lainnya. Demikian juga haji hakikat tentu lebih
mulia dari pada haji tarikat, karena haji hakikat telah mencapai martabat Wahdah,
hakikat dari pada Ruh, berarti mi’raj, OOBE, mencapai pencerahan jiwa yang sempurna. Dengan demikian silahkan renungkan, pahami dan
hayati sendiri, mulai dari haji syariat, haji tarikat, haji hakikat serta apa
yang dimaksud haji
mabrur , bukan haji mabur
, karena ternyata tidak harus ke Mekah, namun melalui ujian keikhlasan…
Tanpa uang setiap orang
bisa mencapai haji hakikat, asalkan hatinya bersih … yang
dibersihkan melalui proses berdzikir ...
Itulah
haji sejati, haji yang sebenar-benarnya haji.
Walaupun
demikian, kita bebas memilih ingin mencapai haji syariat ataukah haji
hakikat. Bila ingin mencapai haji syariat, itu mudah,
persiapkan saja uangnya, beres… Dari mana sumber uangnya terserah … Uang hasil korupsi
pun, siapa yang tau …??? Who
know and so what gitu lo … ??? Haji imitasi…
perilaku tidak
terkendali. Agamanya delapan, kelakuannya tiga setengah… Oleh karena itu sebelum ke Mekah, pahami dulu surat-surat Al Qur’an, bukan memahami
surat-surat tanah kemudian dijual … Pulang dari Mekah jadi “Tarsan”, sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Ke Mekah tanpa memahami makna hakikinya
Al Qur’an, jadinya hanya wisata ria, wuaahh
heibat, ada rasa
bangga mendapat sertifikat dengan nama baru bergelar haji, akhirnya tenggelam
dalam kemusrikan… Karena tidak memahami Allah ada dimana, rumahNya yang mana
yang harus disucikan.. Ternyata Tuhan tidak ada di Mekah dan rumah-Nya pun
tidak dibuat dari batu bata. Qolbu
mukmin baitullah. Itulah baitullah yang
hakiki, buatan Allah sendiri.
Jangan mempersekutukan-ku dengan
apapun, sucikanlah rumah-Ku bagi mereka yang thowaf, berdiri, ruku dan sujud (
AL HAJJ 22 : 26 ).
Ikhlas kepada Allah ( semata ) dan
tiada mempersekutukan-Nya ( AL HAJJ 22 : 31 )
Bukan daging dan bukan pula
darahnya, yang sampai kepada Allah adalah ketakwaanmu ( AL HAJJ 22 : 37 )
Ikhlas itu adalah salah satu
rahasia-Ku yang Aku titipkan di dalam hati orang-orang yang Aku cintai. Malaikat tidak mengetahui ke ikhlasan
seseorang, sehingga malaikat tidak bisa mencatatnya dan setanpun tidak bisa
mengetahuinya, sehingga setan tidak bisa merusaknya ( HADITS QUDSI )
Dan lengkapilah perbekalan,
perbekalan yang terbaik adalah takwa.
Dan patuhlah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai pikiran ( AL
BAQARAH 2 : 197 )
Hai keturunan Adam, sesungguhnya
Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan ( sebagai )
perhiasan ( bagimu ), namun pakaian berupa takwa itu lebih baik ( AL A’RAF 7 :
29 )
Semoga tidak pernah terjadi, namun
seandainya terjadi bencana alam yang luar biasa dasyatnya sehingga Mekah
tenggelam kedasar
bumi, bagaimana kita bisa menunaikan ibadah haji …??? Bila kita memahami masalah Haji mabrur dan Haji hakekat kita tak usah bingung…!!! Percaya
Diri Aja..!!! Ikuti
saja jejak Nabi Muhammad SAW ketika di guha Hiro, jejak para Sufi dan para Wali
di Indonesia…
Syariat tanpa hakikat adalah fasik,
sedangkan hakikat tanpa syariat adalah zindik, bila seseorang melakukan
kedua-duanya maka sempurnalah kebenaran orang itu.
Bila haji hakikat adalah haji
sejati, haji yang sebenar-benarnya haji, lalu pertanyaanya adalah : Mengapa masalah
haji hakikat ini tidak disosialisasikan sejak dini ??? Bila
haji hakikat disosialisasikan sejak dini bisa gawat dong… Kenapa gawat …
??? Ya iya lah, ngga ada yang mau ke Mekah, DEPAG bisa kehilangan proyek dan Arab bisa kehilangan devisa,
tau …!!!??? Lagian ngapain susah payah pake mikirin haji
hakekat segala, kuno… Kalau kata orang
Haji mabur ke Mekah adalah tiket ke surga, ya kita mah ikutan ajalah,
ma’mum. Kalau iman kita, disebutnya iman
taklid, ngga pake otak juga ngga apa-apa yang penting hepi…!!! Haji imitasi juga ngga apa-apa yang penting
keren dan beken…gitu lo …!!!
YANG DIKERJAKAN SAAT HAJI DI MEKAH
BERPAKAIAN
IHROM :
Kita tanggalkan baju biasa pakaian
sehari-hari kemudian mengenakan pakaian ikhrom. Hakikatnya adalah menanggalkan
kebiasaan atau sifat-sifat kita yang tercela, baik yang dilakukan oleh anggota
badan, panca indera maupun yang dilakukan oleh hati kita. Menanggalkan baju kebiasaan kita sehari-hari
yang penuh lumpur-lumpur kehidupan, penuh segala noda dan dosa, penuh rasa iri
hati, dendam kesumat, ujub, takabur, ria, sombong, berprasangka buruk kepada
orang lain, kejam, jahil, aniaya, serakah, kikir dan lain-lainnya yang
merupakan dosa syirik tersembunyi yang telah menggumpal menjadi penyakit dan membutakan
mata hati, bahkan bila dibiarkan, bisa tumbuh dan berkembang menjadi berhala
besar dalam diri kita sendiri. Itulah rasa keakuan, kesombongan, keangkuhan,
ria, ujub, takabur, bagaikan iblis yang tidak mau sujud di hadapan Adam. Rasa keserakahan, tamak, loba, ingin memiliki
yang bukan haknya, sebagaimana halnya Adam dan Hawa yang tergoda rayuan iblis.
Rasa iri, dengki, cemburu buta atas keberuntungan orang lain seperti riwayat
Habil dan Qabil.
Adakah
kedamaian dalam kehidupan
manakala … masih ada kesombongan …
keangkuhan, kerakusan, keserakahan serta … rasa iri dengki … di dalam hati ini
… Yaa
Allah hindarkanlah kami dari segala kemusyrikan yang tersembunyi.
WUKUF
DI ARAFAH.
Di padang gersang Arafah tidak ada perbedaan
harkat derajat manusia, tidak ada istilah pejabat, tidak ada istilah rakyat
jelata. Dimata Allah semuanya
diperlakukan sama. Kita dinilai sesuai
dengan kadar amal perbuatan dan keimanan kita.
Yang dinilai Allah adalah hati kita.
Apakah kita masih mempunyai dosa
syirik yang tersembunyi …
Apakah amal kita telah kita perbaiki
dengan keikhlasan …
Apakah keikhlasan kita telah kita
hiasi dengan kerendahan hati dalam pengabdian serta kesadaran bahwa
sesungguhnya kita tidak mempunyai daya kekuatan apapun kecuali Allah Yang Maha
Kuasa atas segalanya.
Di Arafah ini, di kaki Allah kita
semua bersimpuh dan mengemis … dan mengemis.
Hai manusia, kalian tidak lebih
hanya seorang pengemis, Allah-lah Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji ( AL FATHIR
35 : 15 )
Wukuf di padang Arafah hakikatnya
adalah fana-ul fana, seorang hamba yang tenggelam dalam lautan makrifah, dalam kesunyian
SIRNYA, tiada yang maujud kecuali Allah, tiada yang melihat melainkan dengan
penglihatan-Nya, tiada yang mendengar melainkan melalui pendengaran-Nya, tiada
yang bergerak melainkan Allah yang menggerakan Nya.
Essensi
wukuf di Arafah adalah tenggelam dalam dzikrullah, tenggelam dalam meditasi.
THAWAF
Thawaf adalah tata cara beribadah
kepada Allah sejak zaman nabi Adam sebelum ada perintah sholat, yaitu dengan
cara berjalan mengelilingi Ka’bah. Thawaf bisa berarti suatu keta’atan dan
keikhlasan melaksanakan perintah Allah. Semua makhluk ciptaan Allah harus
tunduk dan ta’at kepada perintah Allah. Bulan, thawaf mengelilingi bumi, bumi
thawaf mengelilingi matahari dan seterusnya matahari serta seluruh planet di
dalam susunan tata surya juga thawaf mengelilingi pusat galaksi di alam semesta
ini. Elektron thawaf mengelilingi inti
atom. Sel darah merah thawaf dari
jantung ke paru-paru, setelah dibersihkan akhirnya kembali kepada jantung.
Thawaf merupakan lingkaran
perjalanan kehidupan dari satu titik kemudian kembali ke titik awal. Manusia berasal dari Dzat Yang Maha Suci,
setelah berkelana di dunia dengan segala noda dan dosanya, kemudian pada suatu
waktu nanti, dia akan kembali kepada ke-Maha Suci-an Allah.
Hendaklah mereka ( kalian )
membersihkan kotoran-kotoran yang melekat di badan kalian, selesaikan nazar
kalian, kemudian thowaflah di rumah tua ini
( AL HAJJ 22 : 29 )
Milik Allah akan kembali kepada
Allah ( AL BAQARAH 2 : 156 )
Thawaf yang hakikatnya adalah
musyahadah (menyaksikan) melalui rahasia SirNya dengan cara muraqqabah. Dirinya
merasa dekat dan merasa diawasi, merasa berpandang-pandangan dengan Dzat Allah.
Jasmaninya menghadap ke Baitullah, hatinya memandang Dzat Allah yang Laesa
Kamislihi Syaeun, tidak serupa dengan apapun. Sejenak bermesra-mesraan dengan Allah.
Oleh karena itu sangatlah wajar bila
ada sesepuh yang berpendapat bahwa pada saat melakukan thawaf hati kita harus
bersih dari keinginan duniawi. Hal ini
sesuai dengan surat
Al Hajj 22 : 29 dimana kita harus selesaikan terlebih dahulu semua nazar atau
keinginan kita, setelah selesai baru kemudian thawaf. Berarti pada saat thawaf, dalam hati kita
hanya semata-mata bertaubat, berserah diri kepada Allah, mohon ampunan dan
keridoan Allah. Oleh karena itu cukup
dengan memperbanyak bacaan tasbih di dalam hati :
Subhanallah-wal hamdulillah-wa laa
ilaha ilallah-hu allah-hu akbar- wa laa haola wa laa kuwata ila billahil aliyil
adhim.
Jangan ada keinginan yang lain
selain Allah. Jangan menduakan Tuhan,
jangan mencintai yang lain selain Allah pada saat thawaf.
Subhanallah … Pengalaman pribadi
penulis pada saat melakukan thowaf yang pertama kali, mulut dan pikiran penulis
terkunci tak bisa mengucapkan do’a apapun selain tasbih tersebut. Penulis sempat bingung namun tetap pasrah
kepada Allah SWT. Hal itu terjadi pada
saat penulis menunaikan ibadah haji
tahun 1998. Maha Benar Allah dengan
segala firmannya, sesuai surat Al Hajj 22 : 29 …
Dalam hal ini, bagi diri pribadi
penulis yang tidak pernah mengikuti pendidikan
pesantren secara khusus, penulis merasa terbebani bila harus menghafal
do’a yang panjang-panjang. Apalagi bagi
orang-orang yang sudah tua, dimana daya ingat untuk menghafal sudah sangat
berkurang. Oleh karena itu, dari segi
praktisnya, dengan hanya membaca tasbih saja, dimana bacaannya juga cukup
pendek, beban terasa lebih ringan, sehingga pada saat thawaf juga terasa jadi
lebih khusyuk. Menurut penulis,
permohonan untuk urusan duniawi bisa dilakukan dilain kesempatan, kapan saja
dan dimana saja, di Masjidil Haram, asalkan tidak pada saat thawaf. Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya,
sesuai Surat Al Hajj 22 : 29.
Bacaan Tasbih ini, kata para
sesepuh, riwayatnya adalah sewaktu Rasulullah dalam perjalanan Isra-Mi’raj,
beliau bertemu dengan Nabi Ibrahin a.s. Kemudian
Nabi Ibrahim berkata kepada Rasulullah bahwa tanaman di sorga adalah Tasbih : Subhanallah
wal hamdulillah wa laa ilaha ilallah-hu Allahu akbar, kemudian dilanjutkan
oleh Rasulullah dengan : wa laa haola wa
laa kuwata ila billahil aliyil adhim…
SA’I
Merupakan tujuh
jalan pendakian ( tujuh
tahapan ) yang harus dilalui dengan sungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat
sabar dan tawakal dalam rangka mencari Dzat Yang Hakiki sebagai Sumber Kesucian ( shofa ) dan Sumber Kebajikan ( marwa ), yaitu Allah.
Air dan Buah Hati Ismail adalah
limpahan rizki dan rahmat yang tanpa batas yang sungguh sangat menenangkan dan
menentramkan hati, sebagai hadiah dari Allah bagi mereka yang telah menemukan
kebenaran yang hakiki, bagi mereka yang telah mencapai tingkat pencerahan jiwa.
Kematian telah diyakininya sebagai
pulang ke Rahmat Allah, karena dia
berasal dari Rahmat Allah.
Sesungguhnya kamu melalui tingkat
demi tingkat ( AL INSYIQAAQ 84 : 19 )
Akan tetapi dia tidak mau menempuh
jalan yang mendaki, tahukah kamu jalan yang mendaki itu ??? ( AL BALAD 90 :
11-12 )
Cahaya di atas Cahaya, Tuhan akan
membimbing dengan Cahaya-nya kepada Cahaya-nya bagi yang Dia kehendaki (
AN-NUUR 24 : 35 )
Silahkan cari sendiri makna hakiki
yang disebut jalan yang mendaki itu, dalam rangka upaya untuk menyempurnakan
keberagamaan kita, agar kita bisa mencapai derajat ikhsan dan menjadi insan
kamil.
Proses pendakian hanya bisa
terungkap melalui dzikir dalam arti kata yang luas atau meditasi… sebagaimana
yang telah dilakukan oleh para sufi … , pendakian ruhani, tingkat demi tingkat
… melalui proses fana dan kasaf …
MUZDALIFAH
Bermalam
di Muzdalifah
adalah berniat dalam semua pekerjaan haji dengan mementingkan yang menjadi
kesukaan Allah serta mengekang semua hawa nafsu keduniawian yang dibisikan
setan dalam hati.
BERHIMPUN
DI MINA
Setelah melepaskan sifat-sifat kita
yang tercela, janganlah merasa diri kita paling mulia. Di Mina tidak ada
istilah pejabat pemerintah, penguasa, hakim, jaksa ataupun, konglomerat, si
kaya ataupun si miskin, semuanya adalah hamba Allah yang sedang dinilai, amal
perbuatannya, ketakwaannya. Siapa yang paling baik hatinya dan amal
perbuatannya, dialah yang paling mulia disisi Allah.
MELONTAR
JUMROH
Demikian
juga dengan perbuatan melontar Jumroh
adalah juga melemparkan sifat-sifat kita yang tercela untuk membersihkan lahir
dan bathin kita.
Dan bukan engkau yang melempar
ketika engkau melempar akan tetapi Allah yang melempar ( AL ANFAAL 8 : 17 )
Kitapun harus sadar bahwa kita tidak
memiliki daya dan kekuatan apapun namun Allah lah yang menghidupkan dan yang
menggerakkan diri kita.
BERKURBAN
Menyembelih
hewan kurban pada hakikatnya
adalah memotong hawa nafsu kita agar tidak melampaui batas, hawa nafsu kita
terkendali. Kita tidak keras kepala, tidak
egois, bisa menenggang rasa. Kelakuan kita tidak seperti hewan. Dengan berkurban maka tali silaturahmi antar
sesama kita akan menjadi baik. Bila
hubungan antar sesama kita baik maka hubungan kita dengan Allah pun akan
menjadi baik… Dengan berkurban kita belajar ikhlas semata-mata kepada Allah…
Alhamdulillah..
BalasHapusSyariat dan Hakikat, Insya Allah menuju kepada Ma'rifat.
Man Arofa Nafsahu Faqod Arofa Robbahu
Apik tenan Pak...
BalasHapusHal-hal semacam inilah yg semestinya didapat jemaah saat manasik, sehingga kita bisa menghayati hakekat setiap kegiatan dalam ritual haji. Umumnya manasik adalah penjelasan prosedur dan schedule pada tahapan2 proses. Tanpa mengetahui makna dan latar belakangnya.
Salam hangat dr depan Masjid Nabawi.
Alhamdulillah.. terima kasih... salam utk semuanya... semoga jadi haji mabrur
BalasHapusTerima kasih saudara q
BalasHapusTerima kasih
BalasHapus