WUDU ( BERSUCI )
Secara lahiriah bersuci adalah
membasuh dan mencuci anggota gerak dan panca indera, mulai dari lengan, muka,
termasuk mata, telinga, hidung dan mulut, kemudian kepala dan kedua kaki.
Secara batiniah berwudu berarti
menghindarkan anggota badan dan panca indera dari hal-hal yang diharamkan.
Anggota badan hanya dipergunakan untuk kebajikan, untuk memperbanyak amar ma’ruf,
untuk beribadah semata-mata kepada Allah, bukan untuk melakukan perbuatan yang
tercela. Itulah yang disebut “wudlu
perbuatan”menurut alm. abah Wijaya Perwata dan alm. bapak H. Permana
Sastrarogawa sesepuh pengajian Tawakal di Pasar Minggu, Jakarta.
Barang siapa yang mengharapkan perjumpaan
dengan Tuhan-nya hendaklah dia berbuat kebaikan dan jangan mempersekutukan
Tuhan-nya ( AL KAHFI 18 : 110 )
Bersuci sebelum Shalat adalah
merupakan suatu proses pemurnian atau proses pemisahan, yaitu memurnikan atau
memisahkan diri dari diri kita sendiri, dari keakuan kita, dari ego kita.
Berarti juga menghindarkan diri dari hal-hal yang diharamkan, menjauhkan kemunkaran
dan memperbanyak amar ma’ruf.
Dengan demikian bersuci merupakan
suatu proses penyucian lahir dan batin, tidak hanya sekedar membasuh anggota
badan dan panca indera saja, akan tetapi juga mempunyai makna haqiqi yang
tersembunyi.
Membasuh
tangan sampai
sebatas siku berarti tangan tidak dipergunakan untuk mencuri atau korupsi atau
segala sesuatu yang diharamkan Allah.
Janganlah kamu memakan harta
sesama-mu dengan jalan batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta kepada
hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain dengan jalan dosa,
padahal kamu mengetahuinya
(AL BAQARAH 2 : 185).
Membasuh
muka : artinya kita
harus ramah tamah kepada sesama umat manusia.
Di dalam Surat
ABASA 80 : 1-6 Rosulullah
pun mendapat teguran dari Allah ketika beliau bermuka masam serta memalingkan
muka terhadap orang buta yang ingin masuk agama Islam. Bermuka masam dari segi aura tidak bagus, auranya
suram.
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah engkau berburuk sangka, sesungguhnya berburuk sangka adalah dosa dan
janganlah mencari-cari aib orang lain dan jangan pula sebagian dari kamu
mencela dan membusuk-busukan orang lain
(AL HUJURAT 49 : 12).
Di bagian muka terdapat mata, hidung
dan mulut. Mata hendaknya jangan terlalu
melihat ke atas, akan tetapi lihat juga ke bawah kemudian lakukan introspeksi
dan mawas diri atas kemampuan yang kita miliki, jangan memaksakan diri.
Membasuh
mulut dan berkumur-kumur :
hendaknya kita bisa menjaga perkataan kita, menjaga lidah kita. Jangan mempergunjingkan orang lain, karena
belum tentu dia lebih jelek dari yang mempergunjingkannya. Yang masuk kedalam mulut dan yang keluar dari
mulut harus kita perhatikan. Makanan
yang kita makan bukan yang diharamkan dan dijaga agar kita tetap sehat. Menurut Hadits Rosulullah : Semua penyakit
berawal dari perut. Kemudian perkataan
yang keluar dari mulutpun harus dijaga juga jangan sampai menyakitkan perasaan
orang lain. Peribahasa mengatakan :
Mulutmu adalah harimau mu. Diam adalah emas.
Untuk lebih jelasnya bacalah buku IHYA
‘ULUMIDDIN tentang BAHAYA LIDAH karangan Al Ghazali.
Hai orang-orang yang beriman
janganlah ada diantara kamu yang memperolok-olokkan orang lain, karena mungkin
mereka lebih baik dari kamu
(AL HUJURAT 49 : 11).
Orang-orang yang menjauhkan diri
dari dosa besar dan perbuatan keji, kecuali sedikit dosa kecil. Sungguh Tuhan-mu luas ampunannya, Dia
mengetahui benar keadaan kamu, ketika Ia
ciptakan kamu dari tanah dan ketika kamu masih dalam perut ibu-ibu kamu. Karena itu janganlah kamu menganggap dirimu
suci !!! Dia mengetahui siapa yang takwa ( AN-NAJM 53 : 32 )
Apakah kamu tidak memperhatikan
orang-orang yang menganggap dirinya bersih ? Sebenarnya Allah membersihkan
siapa yang Dia kehendaki dan mereka tidak teraniaya sedikitpun ( AN-NISA 4 : 49
)
Sekiranya bukan karena karunia dan
rahmat Allah kepada kamu sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih
selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang Dia kehendaki ( AN NUUR 24
: 21 )
Pekerjaan yang sangat dicintai Allah
adalah menjaga lidah. Manusia tidak akan
teguh imannya sebelum hatinya teguh dan tidak akan teguh hatinya sebelum
lidahnya teguh ( HADITS )
Membasuh
hidung :
artinya setiap menarik dan mengeluarkan nafas diisi dengan Asma Allah, eling,
ingat kepada Allah (dzikrullah).
Membasuh
kepala : artinya
pikiran kita harus jernih dan berwawasan luas, tidak berburuk sangka kepada
orang lain, harus selalu mengingat Allah dan bersyukur.
Ingatlah kepada-Ku niscaya Akupun
akan ingat kepadamu, bersyukurlah kepada-Ku dan jangan mmengingkari ( AL
BAQARAH 2 : 152 )
Janganlah mengingkari : berarti kita
jangan menjadi kufur atau musyrik serta kita jangan mengingkari segala nikmat
dan karunia Allah yang telah diberikan kepada kita. Oleh karena itu kita diperintahkan untuk
bersyukur kepada Nya.
Dan Allah melahirkan kamu dari perut
ibumu, sedangkan kamu tidak mengetahui suatu apapun, diberi-Nya kamu
pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur kepada-Nya ( AN- NAHL 16
: 78 )
Makanlah yang halal dan baik dari
rizki yang Allah berikan kepadamu, dan bersyukurlah atas nikmat Allah, jika
hanya kepada-Nya saja kamu menyembah
( AN-NAHL 16 : 114 ).
Nikmat dan karunia Allah tidak
terhingga banyaknya, dari mulai diberinya penglihatan, pendengaran dan hati,
kita tak mampu untuk menghitungnya. Mensyukuri nikmat serta karunia Allah tidak
hanya sebatas di mulut saja, akan tetapi harus direalisasikan dan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
Menafkahkan sebagian harta atau
rejeki di jalan Allah adalah juga merupakan pernyataan dari rasa syukur kita
kepada Allah. Yang lebih luas lagi adalah melaksanakan perintah Allah dengan
benar sebagai pernyataan rasa syukur kita kepada Allah.
Untuk lebih jelasnya baca buku Ihya
‘Ulumiddin tentang syukur karangan Al Ghazali.
Membasuh
telinga : artinya
jangan membiarkan telinga untuk mendengarkan pergunjingan-pergunjingan
keburukan orang lain atau pergunjingan-pergunjingan yang akan menimbulkan
keragu-raguan dan menggoyahkan keimanan kita.
Jadikanlah telinga kita untuk mendengarkan informasi-informasi yang
positif serta nasehat-nasehat dari para ulama.
Yang terakhir membasuh kaki : artinya langkah kita harus tetap di
jalan Allah… Bila kita sebagai atasan
atau sebagai pejabat, jangan suka menginjak-nginjak atau menendang-nendang
bawahan kita. Sebagai atasan atau
sebagai seorang pemimpin kita harus bisa mengayomi bawahan, harus bisa
mengayomi masyarakat kita.
SHALAT
Berasal dari kata Washlat yang artinya perlekatan atau persekutuan. Dalam hal ini adalah persekutuan dengan Allah.
Di dalam Al Qur’an dikatakan bahwa Allah
bersama kita dimanapun kita berada, bahwa lebih dekat Allah dari pada urat
leher kita. Disadari atau tidak, kita
memang sudah bersatu dengan Allah. Kita
berada dalam “JUBAH” Allah,
karena Allah meliputi segala sesuatu.
Oleh karena itu, sebetulnya tidak aneh bila ada istilah Manunggaling Kawula Gusti, sebagai akibat adanya rasa cinta
yang begitu hebat dari seorang hamba kepada Tuhannya, sehingga persekutuan itu
membuat dia merasa lebur dan larut, sebagaimana gula yang larut dalam air, diapun
merasakan tenggelam dalam Tuhan.
Menurut orang awam, shalat berasal
dari kata Sholu,
yang artinya adalah ta’at, patuh mengikuti peraturan khusus dalam tata cara penyembahan.
Shalat dilakukan setelah bersuci,
setelah bersih, murni. Setelah proses
pemurnian terjadilah persekutuan dengan Allah, ashshabihu ma’Allah. Bersekutu
dengan Allah bisa dimana saja dan kapan saja, setiap saat, adalah suatu shalat
yang tidak bisa ditunda-tunda waktunya seperti shalat lainnya. Bersekutu dengan Allah adalah sholat yang
kekal, sholat yang sebenar-benarnya sholat.
Inilah sholat yang kekal ( sholat
da’im ) ( AL MA’AARIJ 70 : 23 )
Mereka menjaga sholat mereka ( AL
MA’AARIJ 70 : 34 )
Celakalah orang-orang yang sholat
tapi lalai akan sholatnya
( AL MAA’UUN 107 : 4-5 )
Al kisah seorang yang buta hurup
ketika diperintahkan menulis lafad Allah, maka dia melakukan gerakan shalat :
berdiri, ruku dan sujud yang melambangkan huruf Alif, Lam dan Ha …
Shalat merupakan sarana komunikasi
vertikal antara hamba dengan Tuhan nya.
Dimulai dengan takbiratul
ihrom : Allahu Akbar. Tuhan Maha Besar, disertai dengan mengangkat kedua belah tangan sebagai tanda penghormatan kepada kebesaran Allah dan sebagai tanda
berserah diri secara total kepada Allah.
Kuhadapkan wajahku kepada yang
menciptakan langit dan bumi sebagai orang yang cenderung kepada agama yang
lurus dan aku bukanlah orang yang mempersekutukan Tuhan-nya ( AL AN’AM 6 : 79 )
Kepada
yang sebagai
petunjuk kemanunggalan arah bagi semua umat, lurus langsung kepada Tuhan Maha
Pencipta, dengan
penuh keyakinan, tanpa keraguan sedikitpun.
Hadapkan dirimu kepada dirimu sendiri, disanalah AKU …
Sesungguhnya
sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku adalah demi Tuhan semesta alam ( AL AN’AM 6 : 162 )
Agar
khusuk, anggaplah ini adalah sholat kita yang
terakhir, sehingga kita harus ikhlas dan pasrah, karena setelah sholat mungkin
kita mati …
Namun mati secara muslim … berserah
diri… kepada Allah…
Laa syariika lahu wa bidzaalika
umirtu wa ana
awwalul muslimin. Tiada sekutu bagi-Nya, demikianlah yang
diperintahkan kepadaku dan aku yang awal berserah diri kepada Allah ( AL AN’AM 6 : 163 )
Berdiri tegak
adalah sebagai ciri khusus bagi makhluk Allah yang diciptakan
paling sempurna, diberi hati dan pikiran, diberi akal dan perasaan, yang tidak
boleh angkuh, congkak, sombong dan jangan selalu mendongak ke atas.
Akan tetapi pada saat ruku
ingat dan lihat juga kepada kehidupan masyarakat strata yang paling bawah,
betapa menderitanya mereka … Bagaimana seandainya nasib kita seperti mereka.
Kemudian kita sujud dihadapan
Allah mungkin kita lebih hina dari pada hewan berkaki empat, karena hewan tidak
ada yang masuk neraka. Oleh karena itu :
Sesungguhnya manusia itu merugi,
kecuali mereka yang beriman, beramal saleh, saling mengajari kebenaran, saling
mengajari kesabaran ( AL ‘ASHR 103 : 2-3 )
Orang yang paling mulia di sisi
Allah adalah dia yang paling takwa diantara kalian ( AL HUJURAT 49 : 13 )
Sebaik-baiknya bekal,
seindah-indahnya harta, sindah-indahnya pakian namun lebih indah pakaian yang
namanya taqwa. Dihadapan Allah yang maha
besar, yang maha kuasa, yang maha kaya, yang maha luas tanpa batas, kita hanya
sekedar debu yang hina, yang tidak
memiliki apa-apa. Semua milik Allah
semata.
Pada
saat kita duduk kita hanya bisa mengemis kepada Allah :
Hai manusia !!! Engkau tidak lebih
hanya seorang pengemis di depan Allah, Dia Yang Maha Kaya dan Maha Terpuji ( AL
FATHIR 35 : 15 )
Kemudian pada saat kita sujud kembali
itu adalah sebagai
tanda keta’atan dan rasa hormat kita hanya kepada Allah semata.
Dan kepada Allah bersujud semua yang
ada di langit maupun semua yang ada di bumi, binatang maupun malaikat.
Sedangkan mereka tiada menyombongkan diri
( AN NAHL 16 : 49 ).
Tidaklah Allah menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka mengabdi kepada-Nya ( ADZ-DZAARIYAT 51 : 56 )
Bertasbih memuji-Nya tujuh lapis langit
dan bumi serta makhluk yang berada diantara keduanya dan tiada sesuatupun yang
tiada bertasbih memuji-Nya
( AL ISRA 17 : 44 ).
Ingatlah ketika Kami berfirman
kepada para malaikat : “Tunduklah kamu kepada Adam”, lalu tunduklah mereka,
kecuali iblis, ia menantang dan menyombongkan dirinya dan ia termasuk golongan
yang kafir ( AL BAQARAH 2 : 34 )
Malaikat sujud di hadapan Adam,
dimana sujud tersebut bukan semata-mata untuk Adam, akan tetapi untuk Allah,
karena Malaikat melihat haqiqinya Adam. Iblis
tidak mau sujud dihadapan Adam karena iblis hanya melihat lahiriyah Adam.
Demikian pula bila kita sujud semata-mata untuk kiblat atau untuk Ka’bah, bukan
untuk Allah, maka itu adalah perbuatan syirik (musyrik).
Allaahumma a’udzubika min an usyrika
bikulli syai’in.
Ya Allah aku berlindung kepadamu
dari pada syirik dalam segala benda
Kemudian duduk kembali kita
harus ingat dan sadar, bahwa dihadapan Allah tidak ada perbedaan si kaya dan si
miskin, baik pejabat maupun rakyat adalah hamba Allah. Kita sampaikan salawat dan salam kepada
Rasulullah, kemudian Rasulullah pun langsung membalas ucapan tersebut bagi
hamba-hamba yang saleh. Hal ini
merupakan bukti bahwa Rasulullah tetap hidup di sisi Allah dan mendapat rejeki,
mendapat izin dari Allah untuk memberikan safaat kepada umatnya.
Perhatikan Firman Allah :
Janganlah kamu mengira orang yang
meninggal di jalan Allah itu mati. Tidak !!! Mereka tetap hidup di sisi
Tuhan-nya dan mendapat rizki ( ALI IMRAN 3 : 169 )
Pada akhir Shalat kita mengucapkan salam
: Semoga engkau selamat serta mendapat rahmat dan barokah Allah ke kanan dan ke
kiri, secara horizontal kita hidup bermasyarakat, berinteraksi antar sesama
umat manusia, dimana kita harus mempunyai rasa kesetiakawanan serta rasa
kepedulian sosial. Ucapan salam ini
tidak hanya sekedar di ucapkan di mulut saja. Hal ini akan lebih bermakna bila
disosialisasikan, direalisasikan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
dimana selain mendo’akan, kita pun harus bersedia membantu kesulitan tetangga
di sebelah kanan dan kiri kita baik secara moril maupun materil. Kita harus mau tolong-menolong, hidup
bergotong-royong, tanpa pamrih. Apa yang kita kerjakan adalah semata-mata
ibadah karena Allah.
Oleh karena itu jangan salahkan
siapapun, bila ada umat Islam yang fakir-miskin kemudian dia berpaling setelah
mendapat santunan dari umat lain. Salahkan
diri kita sendiri, karena kita termasuk orang-orang yang lalai akan sholat nya.
Kita hanya sekedar mengerjakan sholat
akan tetapi tidak mendirikan sholat, tidak memahami hakikinya sholat. Bagi
fakir miskin yang dibutuhkan bukan hanya sekedar khutbah angin surga saja akan
tetapi yang mereka butuhkan adalah uluran tangan yang nyata. Kefakiran akan lebih mendekatkan seseorang
kepada kekufuran. Sebagai tetangga mungkin kita ikut berdosa karenanya.
Pada setiap perubahan adegan sholat selalu
dimulai dengan takbir Allahu Akbar, artinya
kita harus mengingat Allah setiap saat, dalam setiap gerak-gerik kita
senantiasa eling kepada Allah, setiap saat senantiasa bersekutu dengan Allah. Kesemuanya itu adalah merupakan realisasi dari
shalat yang kekal. Itulah sholat da’im, sholat yang kekal, sholat yang tidak terputus. Itulah sholat bathin, sholat
yang langsung menghadap kepada Allah Yang Maha Rahman-Rahim, Maha Besar, Maha Luas. Hadapkan dirimu pada dirimu sendiri,
disanalah Dia. Waslat, bersekutu dengan Allah,
manunggal dengan Allah tanpa keterbatasan ruang dan
waktu. Dengan demikian tampak jelas perbedaannya antara shalat bathin dengan shalat
wajib dan shalat lainnya yang harus menghadap ke kiblat Mekah (Ka’bah) serta
ada waktunya yang bisa diundurkan atau dimajukan, disesuaikan dengan situasi
dan kondisi. Berarti shalat yang biasa
mempunyai keterbatasan ruang ( harus menghadap ke Kiblat Ka’bah ) dan
keterbatasan waktu. Sholat bathin adalah sholat yang
kekal, tidak dibatasi ruang dan waktu. Ruhnya
senantiasa sujud kepada Allah, dimana saja, kapan saja, setiap saat sujud
kepada Allah… Wudunya adalah wudu
perbuatan. Yaitu apapun yang kita
lakukan semata-mata atas dasar ibadah kepada Allah, tulus dan ikhlas, bukan
karena takut masuk neraka ataupun mengharapkan surga, namun hanya mengharapkan
keridoan Allah. Oleh karena itu bila manusia bathinnya baik maka perilakunya
juga pasti baik…